Minggu, 02 November 2014

DEM ( Digital Elevasi Model )



Digital elevasi model adalah salah satu model untuk menggambarkan bentuk topografi permukaan bumi sehingga dapat divisualisasikan ke dalam tampilan 3D. Untuk mendapatkan data DEM ada beberapa metode yang dilakukan, beberapa contohnya yaitu dengan metode.
1)      Interferometri SAR (Synthetic Aperture Radar)
SAR merupakan salah satu alogaritma pembuatan DEM dengan data citra SAR atau citra radar yang digunakan dalam proses interferometri dapat diperoleh dari wahana satelit atau pesawat.


2)      SRTM (Shuttle Radar Topographic Mission)
SRTM (Shuttle Radar Topographic Mission) merupakan misi untuk membuat data topografi (DEM) dengan menggunakan system radar dari wahana pesawat ulang alik antariksa. Data DEM dari misi ini sudah tersedia untuk seluruh dunia dengan resolusi spasial 90x90 meter, sedangkan untuk resolusi 30x30 hanya tersedia beberapa wilayah saja
3)      LIDAR (Light Detection And Ranging)
Sistem Lidar merupakan perpaduan antara LRF (Laser Range Finder), POS (Positioning and Orientation System) yang mengintegrasikan DGPS (Differential Global Positioning System), IMU (Inertial Measurement Unit) dan Control Unit. Lidar mengumpulkan data dari pantulan permukaan pada saat sorotan (beam) laser mengenai obyeknya.
Pada penelitian ini data DEM yang diperoleh berupa input data yang bersifat sistem informasi geografis yang diolah untuk mendefinisikan nilai kontur atau topografi pada area sungai yang  ditinjau dan keluaran yang dihasilkan yaitu berupa simulasi banjir debris dan rambatannya yang akan disimulasikan dalam 2D.
 Untuk mendownload peta DEM pada sungai pabelan bisa di donwload disini

Hidrograf



Hidrograf adalah kurva yang menggambarkan hubungan antara parameter aliran dan waktu. Hidrograf satuan adalah hidrograf limpasan langsung (direct runoff hydrograph) yang dihasilkan oleh hujan efektif yang merata di seluruh DAS, dengan intensitas tetap dalam periode waktu tertentu. Dalam penggunaannya diasumsikan bahwa :
1)      Hujan yang terjadi merata di seluruh DAS (Daerah Aliran Sungai) dengan intensitas tetap dalam satu satuan waktu yang ditetapkan.
2)      Hujan terjadi kapan pun, tidak berpengaruh terhadap proses transformasi hujan menjadi debit/hidrograf (time invariant).
3)      Debit/hidrograf berbanding lurus dengan hujan, dan berlaku asas superposisi (linier system).
4)      Waktu resesi yaitu waktu saat terjadinya debit puncak sampai akhir limpasan langsung selalu tetap.
Pada tahun 1932, L.K Sherman mengenalkan konsep hidrograf satuan, yang banyak digunakan untuk melakukan transformasi dari hujan menjadi debit aliran. Hidrograf satuan terukur basis data yang dibutuhkan adalah data hujan dan data debit terukur ada sedangkan hidrograf satuan sintetis berupa rumusan empiris dimana data yang dibutuhkan adalah karakteristik DAS dan faktor-faktor lain yang mendukung rumusan empiris tersebut. Ada beberapa macam HSS yang dikembangkan antara lain HSS Snyder, HSS Nakayasu, HSS Gama I dan lain-lain
Hidrograf satuan sintetis Nakayashu dikembangkan berdasarkan beberapa sungai yang ada di Jepang (Soemarto, 1987). Bentuk HSS Nakayashu : 
 
Dengan :
Qp       : debit puncak banjir
A         : luas DAS (km2)
Re        : curah hujan efektif
Tp        : waktu dari permulaan banjir sampai puncak hidrograf (jam)
T0,3       : waktu dari puncak banjir sampai 0,3 kali debit puncak (jam)
tg         : waktu konsentrasi (jam)
Tr         : satuan waktu dari curah hujan (jam)
α          : koefisien karakteristik DAS biasanya diambil 2
L          : panjang sungai utama (km)
Dari persamaan di atas parameter yang dihasilkan akan membentuk hidrograf satuan dengan dengan menggunakan persamaan berikut ini :


Gambar Hidrograf satuan sintetis Nakayashu 
Untuk mendownload contoh analisa dapat di download disini

Sabtu, 24 Mei 2014

Aplikasi Simlar



SIMLAR-1 adalah aplikasi simulasi banjir debris yang merupakan integrasi 3 (tiga) sub program yaitu sub program penghitungan hidrograf banjir, sub program perhitungan hidrograf akibat keruntuhan bendung alam dan sub program simulasi 2D banjir debris. Sub program pertama menghasilkan hidrograf banjir akibat curah hujan efektif di daerah aliran sungai, sub program kedua menghasilkan hidrograf banjir debris akibat keruntuhan bendung alam dan sub program ketiga menghasilkan animasi banjir debris dan perkiraan daerah yang terancam. SIMLAR-1 dikembangkan  oleh Balai Sabo-Puslitbang SDA bekerjasama dengan Universitas Gajah Mada, dengan memodifikasi program simulasi banjir debris yang dikembangkan sebelumnya oleh Dr. Miyamoto, menambahkan menu pilhan persamaan sedimen dan perangkat GUI berbasis SIG Aplikasi  simulasi ini sangat bermanfaat dan membantu dalam pengembangan sistem peringatan dini dan pembuatan peta daerah bahaya banjir debris di Indonesia.
Pengembangan SIMLAR-1 diinisiasi oleh Drs. Sutikno HS, Dipl. H, Peneliti Balai Sabo sebagai ketua tim dengan anggota terdiri dari Arif RM, S.Si, Santosa SP, ST, Oriza Andamari, ST, didukung oleh tenaga ahli yang terdiri dari Dr. Ir. Adam Pamudji Rahardja, M. Sc (Teknik Sipil Lingkungan FT UGM), Nur Muhammad Farda (Fak. Geografi UGM), Ibnu Rosyadi,S.Si (Geografi UGM),  Dr. Ir. Jazaul Ikhsan (Teknik Sipil, FT UMY), Rudi,ST, MT (Teknik Informatika, FT UGM), Tulus Hamdani (Teknik Informatika, FT UGM), Prof. Dr. Ir. Djoko Legono (Teknik Sipil Lingkungan, FT UGM), Yahuar Trikurniawan, ST (MPBA 2011 JTSL, FT UGM), dibawah pembinaan Dr. Ir. Untung Budi Santosa, M. Sc, Kepala Balai Sabo Puslitbang Sumber Daya Air. 
  
Berdasarkan pengalaman saya selama mengerjakan Tugas Akhir dengan menggunkan SIMLAR, pada program ini masih banyak terdapat kekurangan, salah satu pada Sub Program perhitungan hidrograf banjir yaitu terdapat perbedaan hasil dari perhitungan SIMLAR dengan perhitungan manual. Namun untuk program utamanya yaitu Simulasi Lahar sudah bisa dikatakan oke. berikut hasil simulasi pada Kali Pabelan :




Untuk mendownloadnya dapat di download disini